Memiliki potensi besar sebagai penghasil susu dan daging, membuat Kabupaten Boyolali tampil terdepan sebagai produsen produk olahan asal hewan di Jawa Tengah. Salah satu produk olahan asal hewan yang banyak berkembang di Boyolali adalah abon.
Salah satu sentra abon di Jawa Tengah adalah di Desa Winong, Kecamatan Boyolali. Daerah ini memiliki merek abon legendaris yakni Abon Rojo Koyo milik Ngatmi Harto Sumarjo. Ngatmi telah 43 tahun mengelola Abon Rojo Koyo. Awalnya wanita berusia 65 tahun itu tertarik melihat usaha pengolahan abon milik orang lain. Dia akhirnya mencoba peruntungan dengan membuka usaha produksi abon setelah mengambil alih usaha abon milik orang Tionghoa. Usaha abon yang digeluti Ngatmi terus berkembang hingga sekarang.
Cerita sukses pabrik Abon Rojo Koyo ini menjadi referensi bagi banyak daerah untuk belajar manajemen wirausaha. Terkini, Pemkab Blitar melalui Dinas Peternakan dan Perikanan mengajak sebanyak 30 orang terdiri dari pelaku usaha kecil menangah (UKM), kelompok wanita tani dan peternak untuk studi lapang ke pabrik ini.
Dalam sehari, pabrik abon Rojo Koyo mampu memproduksi 100 kilogram abon ayam dan abon sapi. Pabrik Abon Rojo Koyo juga menyediakan dua varian abon, yakni abon murni dan abon campur. Abon murni dibuat dari 100% daging asli, sedangkan abon campur berbahan daging yang dicampur kacang tanah, kacang koro, dan sebagainya. Dalam produksi, saat ini Ngatmi dibantu belasan orang karyawan.
“Untuk produksi kita gunakan bahan baku daging ayam dan daging sapi asli dari Boyolali. Sama seperti Kabupaten Blitar, Boyolali juga pusatnya peternakan dan perikanan,” ungkap Giono, manajemen Pabrik Abon Rojo Koyo.
Abon ayam tersedia dalam dua pilihan rasa, yaitu pedas dan manis. Harga setiap varian berbeda-beda, abon asli dijual cukup mahal dengan harga Rp 230 ribu perkilogram, abon SP Rp 70 ribu perkilogram, abon Rojo Koyo dijual Rp 55 ribu perkilogram. Sementara Abon sapi dijual dengan harga Rp50.000 per kilogram, sedangkan abon ayam campur seharga Rp 160.000 per kilogram. Harga abon murni jauh lebih mahal.
Abon Rojo Koyo sudah terkenal dengan kualitasnya yang unggul. Abon buatan Ngatmi ini mengusung jargon lezat, higienis, dan ekonomis. Selain dibuat dari bahan-bahan pilihan, proses pembuatan Abon Rojo Koyo juga dijamin higienis. Kebersihan tempat produksi abon selalu terjaga. Para pekerja pun dituntut selalu menjaga kebersihan selama memproduksi abon, mulai dari proses memasak hingga pengemasan.
Sementara itu Kasi Bina Usaha Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, drh Eny Puspasari, M.Agr mengatakan kunjungan lapang ke pabrik Abon Rojo Koyo ini dilaksanakan untuk menyempurnakan program kerja Dinas Peternakan dan Perikanan dalam mendorong kemajuan usaha produk olahan asal hewan. Sebelumnya, Dinas yang dikomandoi drh Adi Andaka, MS.i ini telah menggelar pelatihan-pelatihan produk olahan asal hewan yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
“Untuk pelatihan produk olahan asal hewan kami ada dua kelas, yakni kelas daging dan kelas susu. Untuk kelas susu, kemarin sudah studi lapang ke Bogor. Hari ini untuk yang kelas daging sebanyak 30 orang kami ajak ke Boyolali. Harapannya dari studi lapang ini banyak inspirasi, motivasi dan wawasan baru yang diperoleh peserta khususnya di bidang manajemen usaha, pemasaran hingga perijinan. Ilmu dan wawasan baru ini akan membawa usaha mereka di bidang produk olahan asal hewan semakin berkembang,” ungkap Eny.
Eny menambahkan, setelah studi lapang ini pihaknya akan melakukan tindak lanjut dengan mendirikan koperasi bagi pelaku UKM produk olahan asal hewan.
”Koperasi ini untuk memfasilitasi agar pelaku UKM dapat mudah memperoleh perijinan, khususnya perijinan BPOM. Pelaku UKM sering kesulitan mendapatkan ijin BPOM, dengan adanya wadah koperasi akan lebih mudah,” tukas dia.
Di kesempatan ini peserta dari Kabupaten Blitar mendaapat paparan materi dari manajemen Pabrik Abon Rojo Koyo. Materi diantaranya resep membuat abon dan manajemen wirausaha. Terkait manajemen wirausaha, Giono dari manajemen Pabrik Abon Rojo Koyo selaku narasumber menyampaikan, dalam dunia usaha yang terpenting ialah harus menjaga kualitas. Hal kedua yang harus diperhatikan ialah masalah pemasaran.
“Menjalankan usaha ini ada liku-likunya. Pabrik abon ini dikerjakan dengan kerja keras disertai doa, dzikir dan shodaqoh. Kunci dari kami ialah kita tidak pernah menurunkan kualitas, bahkan kami terus memproduksi abon dari nomer 1 hingga nomer 9, ada 9 macam abon,” paparnya.
Masih terkait pemasaran, lanjut Giono, Abon Rojo Koyo sudah merajai seluruh jawa. Meski sisrem pembayaran masih menggunakan sistem tradisional, namun pabrik ini “Bersahabat” sales dan pertokoan sukses membuaat produk abon ini laris manis di pasaran.
”Kita kerjasama saling menguntungkan, selain mempertahankan rasa, sales juga harus ikut jaga kualitas. Semisal, bila barang titip tapi tidak laku atau kita tarik ya tidak ada potongan. Kerusakan kita yang bertanggung jawab asal normal. Alhamdulilah kerjasama saling percaya ini sukses membuat pabrik ini bisa berkembang. Misal lagi, kita titip barang ke 50 tempat, yang laku 35 itu tidak apa-apa, asal kita tidak rugi, kita perlancar rejeki dengan dzikir dan shodaqoh,” tegasnya.
Untuk perijanan, jelas dia, pabrik ini sudah mengantongi seluruh ijin mulai dari kesehatan hingga BPOM. Hasilnya produk abon ini bisa menembus pasar ibukota.
“Tuntutan dari pasar agar bisa berkembang ialah kita harus kantongi perijinan. Alhamdulilah kita sudah punya lengkap, dan abon Rojo Koyo ini kini diminati warga ibukota,” tandasnya.
Bisnis tak lepas dari pasang surut dan kendala, terkait hal ini Giono saat sharing dengan peserta dari Kabupaten Blitar menegaskan dalam menghadapi persaingan perdagangan diperlukan merek yang terdaftar.
”Di Boyolali ini ada banyak merek abon, dan satu toko itu banyak yang mengambil banyak merek abon. Oleh sebab itu perlu hak paten, jadi bila terjadi kerusakan abon di merek lain kita tidak kena dampaknya. Merek ini juga penting untuk menghindari pemalsuan. Terkait pemalsuan, kita juga pernah dipalsu, mereknya Rojo Koyo tapi isinya lain, solusinya abon palsu di toko-toko itu kita tarik dan kita ganti dengan yang asli, kita memang rugi besar tapi kita harus jaga kualitas rasa,” jelasnya.(*)