Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Hiburan, Seni dan Budaya

Munggahan itu Apa? Jadi Tradisi Jelang Puasa Ramadan

Penulis : Mutmainah J - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

25 - Feb - 2025, 17:20

Placeholder
Ilustrasi makan bersama saat Munggahan. (Foto: Kompas)

JATIMTIMES - Bulan Ramadan 1446 H/2025 H sebentar lagi akan tiba. Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Sementara pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan menggelar sidang isbat pada Jumat, 28 Februari 2025 dengan didahului pengamatan bulan sabit muda pertama atau rukyatul hilal untuk menentukan awal Ramadan. 

Baca Juga : Tutup Rangkaian Pemilu 2024, KPU Kota Malang Rilis Buku Pilkada

Seiring dengan semakin dekatnya bulan suci ini, masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia termasuk Jawa Barat, melakukan berbagai tradisi yang khas. Salah satu tradisi adalah Munggahan.

Munggahan menjadi bagian penting dalam budaya lokal, tidak hanya sebagai sebuah ritual, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan, dan persaudaraan dalam menyambut bulan suci Ramadan.

Agar dapat lebih memahami tradisi ini, penting untuk menelusuri arti, tujuan, dan bentuk kegiatannya. Jadi, mari kita telusuri lebih dalam mengenai tradisi Munggahan berikut ini.

Pengertian Munggahan

Dilansir situs Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Munggahan berasal dari kata bahasa sunda 'Munggah' yang artinya berjalan/naik atau keluar dari kebiasaan kehidupan sehari-hari.

Sejarah Munggahan

Munggahan memiliki makna filosofis yang dalam dengan melibatkan hubungan antara dua kelompok masyarakat yang berbeda. 

Kelompok pertama disebut sebagai penduduk "Hinggil" yang merupakan keturunan langsung atau dekat dari nenek moyang, dan umumnya tinggal di wilayah asal. 

Sementara itu, kelompok kedua adalah penduduk "Handap" yang merupakan generasi paling muda atau yang telah berpindah tempat tinggal ke daerah perantauan.

Penduduk "Hinggil" memiliki peran dalam menjaga keaslian budaya nenek moyang, serta dianggap lebih dekat dan mampu berkomunikasi langsung dengan Tuhan dan roh nenek moyang. 

Di sisi lain, penduduk "Handap" berperan sebagai pengembang ekonomi, sosial, dan politik, namun dianggap tidak memiliki akses langsung dalam berkomunikasi dengan Tuhan dan roh nenek moyang, sehingga memerlukan mediasi dari penduduk "Hinggil".

Momen penting dalam tradisi ini terjadi selama bulan Sya'ban, yang dipercaya sebagai waktu berkumpulnya roh para leluhur. 

Dalam bahasa Sunda, bulan Sya'ban sering disebut sebagai "Ruwah" yang artinya roh. Pada waktu tersebut, dilakukan doa bersama bagi roh nenek moyang atau anggota keluarga yang telah meninggal.

Tradisi Munggahan dianggap sakral bagi kedua kelompok masyarakat, penduduk "Hinggil" dan "Handap", sebagai momen berkumpul dan menghormati leluhur. 

Saat agama Islam masuk ke suku Sunda, tradisi Munggahan berubah menjadi upacara penyambutan bulan Ramadan. Namun, seiring perkembangan waktu, tradisi ini terus bertransformasi menyesuaikan dengan perubahan kondisi sosial dan budaya.

Tujuan Munggahan

Baca Juga : Rayz UMM Hotel Luncurkan Paket Iftar 'Asian Treasure', Cita Rasa Asia Harga Terjangkau

Tradisi Munggahan menjadi sebuah ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah dan kesempatan bertemu dengan bulan Ramadan untuk berpuasa dan membersihkan jiwa. 

Hal ini dilakukan dengan harapan agar puasa berjalan lancar dan dapat menjauhkan diri dari perilaku yang buruk.

Selain itu, tujuan lain dari tradisi ini adalah untuk membersihkan diri dari segala dosa yang pernah dilakukan, serta sebagai wadah untuk memupuk toleransi, saling menghormati, dan menjaga keharmonisan dalam hubungan antar sesama. 

Dengan demikian, ketika memasuki bulan puasa, baik secara fisik maupun spiritual, seseorang dapat kembali suci.

Bagi masyarakat Sunda, tradisi Munggahan memiliki makna khusus sebagai sarana penyucian diri. Meskipun tradisi ini bukan bagian dari ajaran agama secara langsung, namun memiliki nilai-nilai positif untuk mempererat silaturahmi, meningkatkan interaksi sosial, dan membuka pintu maaf antar sesama. 

Hal ini sesuai dengan ajaran dalam Al-Qur'an, seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 222 tentang taubat dan membersihkan diri.

Hal-hal yang Dilakukan saat Munggahan

Dalam sebuah tradisi Sunda khususnya, Munggahan menjadi agenda penting yang harus dilalui oleh seluruh masyarakat. Masyarakat biasanya mengisi tradisi Munggahan dengan cara-cara berikut ini.

• Bepergian ke tempat wisata,

• Membersihkan makam keluarga,

• Membersihkan seluruh anggota badan dengan keramas sebagai sunnah Rasulullah SAW,

• Saling meminta maaf kepada orangtua, teman, sahabat dan kerabat.

Munggahan biasanya dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, satu atau dua hari menjelang Ramadan. Selain itu, Munggahan juga bisa dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama, dan saling bermaafan serta berdoa bersama.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Munggahan sambut ramadan ramadan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Ngawi Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Mutmainah J

Editor

Sri Kurnia Mahiruni