JATIMTIMES - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengungkapkan bahwa tahun 2025 menjadi tahun mencekam bagi jurnalis. Hal itu didasari sejumlah data riset terkait kondisi ketenagakerjaan jurnalis dan kekerasan tahun ini yang disampaikan pada Dewan Pers, belum lama ini. Khususnya praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap jurnalis dan pekerja media.
Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI Indonesia Edi Faisol menjelaskan bahwa AJI Indonesia menemukan sejumlah pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan media, terutama ketika melakukan PHK kepada jurnalis. Banyak kasus PHK yang tidak melalui prosedur yang adil dan tidak memenuhi hak-hak normatif pekerja media.
Baca Juga : Terjadi Ratusan Gempa di Jatim Jelang Akhir Oktober
"Bahwa terdapat 14 laporan masuk melalui website pengaduan AJI Indonesia terkait PHK, dan kami ingin mengadukan hal tersebut kepada Dewan Pers agar bisa ditindaklanjuti secara cepat," kata Edi Fasiol, dalam keterangan yang diterima JatimTIMES, belum lama ini.
Pihaknya telah beraudiensi dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, pada Kamis 23 Oktober 2025 lalu. Edi meminta Dewan Pers segera menggelar uji petik dan audit hubungan industrial perusahaan yang terverifikasi dewan pers. Hal itu mengacu bukan hanya kasus PHK, namun juga hubungan industrial pekerja media dengan perusahaan yang tak sehat.
"Banyak pekerja tak dibayar sesuai UMR maupun UMP, tak terdaftar BPJS hingga pemotongan upah tanpa konpensasi yang jelas," tegasnya.
Edi juga menyebut banyak perusahaan media di daerah seperti Bengkulu, Batam dan Semarang yang memotong upah pekerjanya tanpa konpensasi. Menurut Edi, aduan ke Dewan Pers itu sebagai upaya penegakan hukum ketenagkerjaan di perusahaan media serta menuju hubungan industrial lebih baik.
"Diharapkan hasilnya menciptakan ekosistem pers dan karya jurnalistik yang bermanfaaat bagi publik," katanya.
Sementara itu, Anggota Divisi Ketenagakerjaan AJI Indonesia Asnil Bambani menyoroti perusahaan media tidak sepatutnya berbicara tentang demokrasi dan kebebasan pers apabila praktik di internal perusahaan justru jauh dari nilai-nilai demokrasi.
Dikatakan, minimnya serikat pekerja dan tidak adanya komunikasi dua arah antara manajemen dan karyawan menjadi akar persoalan ketenagakerjaan di industri media. "Dengan adanya rangkaian pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan media adalah memang tidak adanya iklim demokrasi di internal media sehingga manajemen melakukan tindakan sewenang-wenang," ujar Asnil.
Baca Juga : Cara Daftar Umrah Mandiri 2025: Kini Legal dan Resmi Diizinkan Pemerintah, Berikut Panduannya
Menganggapi hak itu, Anggota Dewan Pers Totok Suryanto menyampaikan apresiasi terhadap langkah AJI Indonesia yang telah membentuk kanal aduan untuk menerima laporan terkait PHK dan sengketa ketenagakerjaan. Dikatakannya, Dewan Pers Segera Uji Petik dan Evaluasi Perusahaan Media Terdaftar.
Langkah itu dinilai penting untuk memperkuat upaya penyelesaian sengketa antara pekerja dan perusahaan media. "Dibentuknya kanal aduan terkait laporan PHK/sengketa ketenagakerjaan mengingatkan kami untuk menindaklanjuti pertemuan dengan Kemnaker," kata Totok.
Totok menyanggupi dorongan AJI agar ada uji petik terhadap perusahaan media, apa lagi selama ini memang uji petik tak pernah dilakukan oleh dewan pers.
"Dewan Pers juga akan mengumpulkan semua kontituen untuk membahas kondisi media khususnya tentang bisnis yang kaitanya dengan kesejahteraan pekerjanya. Kami mengakui selama ini belum sekalipun melakukan itu (uji petik) itu dan ini menjadi kewenangan dewan pers," tambah Totok.
